BincangSyariah.Com– Berikut ini urgensi memakai helm dan atribut safety riding dalam tinjauan syariat. Dalam aturan berkendara, kita mengenal istilah safety riding yang merujuk pada makna perilaku berkendara yang baik, aman dan selamat. Perilaku ini tentunya sesuai dengan perundang-undangan hukum positif yang berlaku di Indonesia sekaligus juga dibenarkan oleh syariat Islam.
Dari sudut pandang hukum positif, safety riding diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 yang disitu dijabarkan tentang aturan tata cara berlalu lintas yang baik. Di antaranya ialah wajib mengemudikan kendaraan bermotor dengan wajar dan penuh konsentrasi, wajib menggunakan helm yang memenuhi standar nasional bagi pengendara sepeda motor.
Lebih lanjut, wajib menyalakan lampu utama di siang hari bagi sepeda motor, wajib menaati peraturan dan rambu lalu lintas, dan wajib menggunakan alat pelindung berkendara standar khususnya bagi pengendara sepeda motor.
Sementara dari sudut pandang stariat Islam, kita tentu memahami bahwa wajib hukumnya mematuhi undang-undang yang telah diputuskan oleh pemerintah, terlebih jika aturan tersebut adalah untuk kemaslahatan bersama. Allah Swt. berfirman dalam Alquran surat an-Nisa: 59:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Yā ayyuhallażīna āmanū aṭī’ullāha wa aṭī’ur-rasụla wa ulil-amri mingkum, fa in tanāza’tum fī syaiin fa ruddụhu ilallāhi war-rasụli ing kuntum tu
minụna billāhi wal-yaumil-ākhir, żālika khairuw wa aḥsanu ta`wīlā
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Pertimbangan lain ialah, apabila kita menggunakan logika terbalik, maka dalam persoalan safety riding ini kita bisa memprediksikan bagaimana jika kita mengabaikan safety riding, tentunya kita akan berpotensi menimbulkan bahaya bukan hanya bagi diri kita namun juga bagi pengguna jalan lainnya.
Sementara kita tahu bahwa syariat Islam melarang kita membahayakan diri kita dan orang lain. Sebuah kaidah fikih menyatakan:
لا ضرر ولا ضرر
Artinya: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain”.
Terlebih lagi jika berkaitan dengan persoalan memakai helm dan atribut perlindungan diri lainnya dalam berkendara. Tentu hal tersebut sangat didukung oleh syariat islam. Allah berfirman dalam Alquran surat al-Baqarah: 195:
وَأَنفِقُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلْقُوا۟ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوٓا۟ ۛ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
Wa anfiqụ fī sabīlillāhi wa lā tulqụ bi`aidīkum ilat-tahlukati wa aḥsinụ, innallāha yuḥibbul-muḥsinīn
Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
Setidaknya, ada dua pesan penting yang dikabarkan oleh ayat diatas terkait dengan penggunaan helm dan alat pelindung berkendara lainnya, yakni pertama, kita perlu cermat membelanjakan harta kita.
Jangan sampai kita mampu beli kendaraan namun tidak mampu membeli alat pelindung diri, dan kedua jangan sampai kita membahayakan diri kita dengan tidak menggunakan helm atau alat pelindung keselamatan berkendara lainnya.
Demikian penjelasan urgensi memakai helm dan atribut safety riding dalam tinjauan syariat. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi shawab. [Baca juga: Sumber Hukum Fikih Lalu Lintas ]
Terkait
Source link